Melihat ke atas tidak harus berarti Sombong, menengok lentera asa yang benderang di depan mata agar tak terlalu asing dengan silaunya.
Evi Nurfaizah
Jumat, 22 Maret 2013
Kamis, 14 Maret 2013
Contoh Proposal PTK Matematika
UPAYA
MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP-KONSEP
PADA MATERI PELAJARAN
MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK BAGI SISWA SMPN 2 MAJU JAYA
(Studi
Eksperimen terhadap siswa kelas kelas VIII SMPN 2 Maju Jaya)
Proposal
Diajukan
untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester (UAS)
pada Mata Kuliah
Metodologi Penelitian Pendidikan (MPP)
Jurusan
Matematika Fakultas Tarbiyah
IAIN Syekh
Nurjati Cirebon
Disusun Oleh:
Evi
Nurfaizah (1410150093)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2012
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur
alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan petunjuk, rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan proposal
dengan judul “Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep-Konsep Pada Materi Pelajaran
Matematika Melalui Pembelajaran Konstruktivistik Bagi Siswa Smpn 2 Kasokandel
Majalengka”.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan
kepada Nabi kita Muhammad SAW, serta keluarganya, sahabatnya dan sampai kepada
kita semua.
Terima kasih disampaikan kepada seluruh pihak yang
turut membantu dalam pembuatan proposal ini.
Kehadiran proposal ini semoga dapat memberikan kontribusi yang bermakna
khususnya bagi penulis dan pembaca umumnya. Penyusun
menyadari bahwa dalam proposal ini masih sangat jauh dari apa yang diharapkan.
Adapun jika terdapat kekurangan dalam pembahasan materi
ini, kami mohon maaf dan kami mohon partisipasinya dalam bentuk kritik dan
saran.
Cirebon,14 Juni 2012
Penyusun ,
UPAYA MENINGKATKAN
PEMAHAMAN KONSEP-KONSEP
PADA MATERI PELAJARAN
MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK BAGI SISWA SMPN 2 MAJU JAYA
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui bersama
banyak terdapat pendapat yang mengatakan bahwa hanya dengan menghapal rumus saja
seseorang dapat dikatakan sebagai orang yang pintar matematika. Bahkan sebagian
orang atau kelompok memanfaatkan kesalah kaprahan ini untuk meraup keuntungan.
Banyak bermunculan penyedia jasa bantuan belajar dengan mengatasnamakan “rumus
cepat” yang menawarkan metode penyelesaian soal matematika dengan sangat cepat
dan pendek. Siswa pun dihadapkan pada sesuatu yang bersifat instan. Akibatnya,
segala tujuan ingin dicapai secara instan. Mengingat akan hal itu semua maka
perlu diperhatikan kembali bahwa hasil yang baik dengan diiringi proses yang
baik akan menghadirkan kualitas yang baik pula. Hasil baik yang diperoleh dari
proses yang kurang baik, mengakibatkan kualitas tidak bisa bertahan lama.
Metode
“rumus cepat” apabila dibandingkan, maka sedikit memberikan kesimpulan bahwa
adanya rumus cepat akan lebih menitikberatkan kepada hafalan daripada
pemahaman. Rumus cepat tersebut sebenarnya diperoleh dari rumus formal yang
dimodifikasi menjadi bentuk akhirnya saja. Orang yang sudah paham betul
bagaimana menyelesaikan soal secara sistematis mungkin saja mempunyai rumus
cepat tersendiri. Perlu hati-hati juga dalam menggunakan rumus cepat. Soal yang
bisa diselesaikan dengan rumus cepat punya kriteria tersendiri. Kadang tidak
semua soal bisa diselesaikan dengan satu rumus cepat. Hal ini bisa
mengakibatkan teledor dalam menyelesaikan soal. Ketika dihadapkan pada soal
yang berbeda, akan sangat bingung memilih rumus cepat mana yang digunakan.
Mengingat akan hal tersebut, sudah menjadi barang tentu ketika siswa
mengerjakan soal matematika dengan teledor maka pada akhirnya akan menurun pula
prestasi belajarnya.
Memang
rumus cepat itu mempunyai keuntungan, yaitu bisa membantu menyelesaikan soal
secara cepat. Tapi alangkah baiknya, sebelum memakai rumus cepat terlebih
dahulu pahami konsep secara baik.
Gambaran
permasalahan diatas menunjukkan bahwa pembelajaran matematika perlu diperbaiki
guna meningkatkan pemahaman konsep siswa. Untuk itu diperlukan solusi yang
tepat untuk mengatasi masalah tersebut sehingga diharapkan dapat meningkatkan
prestasi belajar matematika.
Menurut
Ziltan P. Dienes (1991:156) berdasarkan pengamatan dan pengalamannya menyatakan
bahwa terdapat anak-anak yang menyenangi matematika hanya pada permulaan mereka
berkenalan dengan matematika yang sederhana. Semakin tinggi sekolahnya dan
semakin sukar matematika yang dipelajarinya maka semakin berkurang minatnya. Di
samping itu terdapat banyak anak-anak yang setelah belajar matematika bagian
yang sederhana pun banyak yang tidak difahaminya, banyak konsep yang
difahaminya secara keliru.
Masih
menurut Dienes (1991:157), bahwa konsep (struktur) matematika dapat dipelajari
dengan baik apabila representasinya dimulai dengan benda-benda kongkrit yang
beraneka ragam (prinsip penjelmaan banyak). Konsep matematika tidak dapat
dijelaskan melalui stimulus-respons; berbeda dengan Gagne yang berpendapat
bahwa konsep dapat dipelajari dengan stimulus-respons.
Mengingat
akan semua hal tersebut, maka melakukan pembelajaran dengan pendekatan
konstruktivistik adalah sedikitnya merupakan hal yang tepat. Pembelajaran
konstruktivistik merupakan suatu teori yang menganggap bahwa belajar adalah
proses untuk membangun pengetahuan melalui pengalaman nyata dari lapangan.
Artinya siswa akan cepat memiliki pengetahuan jika pengetahuan itu dibangun
atas dasar realitas yang ada di dalam masyarakat. Konsekuensinya pembelajaran
harus mampu memberikan pengalaman nyata bagi siswa.
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan fokus PTK yang telah disebutkan di atas,
sehingga dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah proses pembelajaran dengan
menggunakan konstruktivistik dapat mempengaruhi terhadap pemahaman siswa dalam
konsep-konsep pembelajaran matematika?
2. Apakah pemahaman siswa dalam pelajaran
matematika dengan pendekatan konsep akan lebih baik dibanding dengan siswa yang
hanya menghafal rumus cepat?
3. Apakah proses pembelajaran dengan
menggunakan konstruktivistik dapat meningkatkan kompetensi dan kemampuan siswa
dalam pelajaran matematika?
4. Apakah proses pembelajaran dengan
menggunakan konstruktivistik dapat meningkatkan prestasi belajar khususnya
pelajaran matematika bagi siswa?
C.
Tindakan yang Akan Dilakukan
Jenis penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) yaitu dapat diartikan sebagai kegiatan mencermati suatu objek dengan
menggunakan dan aturan atau metodologi tertentu untuk menemukan data akurat
tentang hal-hal yang dapat meningkatkan mutu objek yang akan diamati (Suyadi).
PTK (Penelitian Tindakan Kelas) yang akan dilakukan adalan PTK yang dilakukan
secara kolaborasi antara kepala sekolah, guru dan peneliti dengan upaya
peningkatan pemahaman konsep-konsep pada materi matematika menggunakan
pembelajaran dengan pendekatakan konstruktivistik. Dimana Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) itu sendiri merupakan pencermatan dalam bentuk tindakan terhadap
kegiatan belajar yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam suatu kelas secara
bersamaan.
Guru hanya membantu
siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut lebih memahami
jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim
bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan
kemauannya. Dalam pembelajaran ini, guru akan menuntu siswa untuk aktif
melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang
hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa
untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar.
D.
Hipotesis Tindakan
Hipotesis yang diajukan dalam proposal
penelitian ini adalah :
“Melalui
tehnik pembelajaran Konstruktivistik pada pelajaran matematika dapat
meningkatkan kompetensi siswa dan kemampuan siswa dalam memahami konsep-kosep
materi pelajaran matematika sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil
belajar matematika bagi siswa kelas VIII C SMPN 2 Maju Jaya”.
E.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian merupakan jawaban dari rumusan masalah
agar suatu penelitian dapat lebih tearah dan ada batasan- batasannya tentang
obyek yang diteliti. Adapun tujuan
penelitian ini adalah :
1. Meningkatkan pemahaman siswa dalam
konsep-konsep pada pelajaran pada matematika melalui pendekatan
konstruktivistik.
2. Meningkatkan kompetensi dan kemampuan
siswa khususnya dalam pelajaran matematika dengan memahami konsep pada teori
dan rumus matematika.
3. Meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya
pada pelajaran matematika.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Secara umum hasil penelitian ini
diharapkan secara teoritis dapat memberikan sumbangan kepada pembelajaran
matematika.Terutama pada peningkatan pemahaman siswa dalam mengikuti pelajaran
matematika melalui pendekatan konsep daripada teori ataupun rumus-rumus yang
ada pada pelajaran matematika. Mengingat akan hal tersebut, maka guru
menggunakan pembelajaran dengan cara konstruktivitik atau realistik. Oleh
karena itu guru dapat menerapkan pada pembelajaran matematika.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini
memberikan masukan kepada guru agar dapat digunakan untuk memperbaiki
pembelajaran matematika melalui strategi pembelajaran konstruktivistik atau
realistik dan bagi siswa yang menjadi obyek penelitian diharapkan dapat
meningkatkan kompetensinya khusus dalam pelajaran matematika dengan lebih
menitikberatkan pada pemahaman konsep pada materi dalam matematika.
F.
Ruang Lingkup Penelitian
Siswa diposisikan sebagai obyek, siswa
dianggap tidak tahu atau belum tahu apa-apa, sementara guru memposisikan diri
sebagai yang mempunyai pengetahuan. Guru ceramah dan menggurui, otoritas
tertinggi adalah guru. Penekanan yang berlebihan pada isi dan materi diajarkan
secara terpisah-pisah. Materi pembelajaran matematika diberikan dalam bentuk
jadi. Penguasaan dan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika lemah
karena tidak mendalam. Akibatnya, pengetahuan yang diterima siswa secara pasif
menjadikan matematika tidak bermakna, sehingga dengan cepat mereka akan
melupakan apa yang telah dipelajari (Sumaji:2003).
Masih
dalam buku Sumiaji (1998) salah satu cara untuk membenahi pengajaran matematika
yang salah, adalah dengan membuat siswa belajar matematika menjadi bermakna.
Pemahaman tersebut terbentuk bukan dengan menerima apa saja yang diajarkan dan
menghafal rumus dan langkah yang diberikan, melainkan dengan membangun sendiri
makna dari apa yang dipelajari. (www.pmri.or.id)
Hudoyo (1998:7) menjelaskan sebagai
implikasi dari pandangan konstruktivistik dalam pembelajaran, ada beberapa hal
yang terkait dengan lingkungan belajar yang perlu diupayakan, yakni:
- Menyediakan
pengalaman belajar dengan mengaitkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa
sedemikian rupa sehingga belajar melalui proses pembentukan pengetahuan;
- Menyediakan
berbagai alternatif pengalaman belajar, tidak semua mengerjakan tugas yang
sama, misalnya suatu masalah dapat diselesaikan dengan berbagai cara;
- Mengintegrasikan pembelajaran
dengan situasi yang realistik dan relevan dengan melibatkan pengalaman
konkret dalam kehidupan sehari-hari;
- Mengintegrasikan pembelajaran
sehingga memungkinkan terjadinya transmisi sosial yaitu terjadinya
interaksi dan kerjasama seseorang dengan orang lain atau dengan
lingkungannya;
- Memanfaatkan berbagai media
termasuk komunikasi lisan dan tertulis sehingga pembelajaran menjadi lebih
efektif;
- Melibatkan
siswa secara emosional dan sosial sehingga matematika menjadi menarik dan siswa
mau belajar.
Dengan
demikian, esensi pembelajaran dalam pandangan konstruktivisme adalah tidak
terlepas dari belajar aktif dengan tujuan akhir yang bermuara pada pemecahan
masalah, atau dapat dikatakan bahwa pembelajaran dalam pandangan
konstruktivisme adalah pemecahan masalah; bukan hanya pemecahan masalah bagi
siswa, tetapi juga memecahkan masalah guru.
II.
KERANGKA TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR
A.
Kerangka Teori
1. Belajar
1. Menurut Oemar Hamalik (1990:4), belajar
adalah suatu proses perubahan tingkah laku melalui interaksi antara individu
dan lingkungan.
2. Menurut Dr. Edi Prio Baskoro M.Pd.
(2008:1), belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri
setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya
interaksi antara seseorang dengan lingkungannya.
3. Belajar merupakan kegiatan aktif siswa (aktivitas
belajar siswa) dalam membangun makna atau pemahaman, maka guru perlu memberikan
dorongan kepada siswa dengan menggunakan otoritasnya dalam membangun gagasan
(Depdiknas : 2002).
4. Menurut Surya (1997), mengatakan
:”belajar merupakan proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh
perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman
individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. (Eti Nurhayati, 2010:17)
5. Witherington (1952) mendefinisikan
“belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai
pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan,
pengetahuan dan kecakapan.
2. Proses Pembelajaran
Proses
pembelajaran merupakan upaya mengkondisikan lingkungan agar terjadi kegiatan
belajar. Melalui proses pembelajaran, diharapkan terjadi kegiatan belajar dan
menghasilkan perubahan yang terarah ke arah positif sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang diinginkan. (Eti Nurhayati, 2010:20)
3. Matematika
1.
Kata
“Matematika” berasal dari kata (mathema)
dalam bahasa Yunani yang diatikan sebagai “sains, ilmu pengetahuan, atau
belajar” juga (mathematikos) yang
diartikan sebagai “suka belajar”.Ilmu matematika telah dikenal orang pada masa
pra sejarah. Istilah
Matematika berasal dari bahasa Yunani “Mathematikos” secara ilmu pasti, atau
“Mathesis” yang berarti ajaran, pengetahuan abstrak dan deduktif, dimana
kesimpulan tidak ditarik berdasarkan pengalaman keindraan, tetapi atas
kesimpulan yang ditarik dari kaidah – kaidah
tertentu melalui deduksi (Ensiklopedia Indonesia).
2. Berikut ini adalah beberapa definisi
atau pengertian tentang matematika (A. Saeful Hamdani 2008:1-7):
·
Matematika
adalah cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisir secara sistematik.
·
Matematika
adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasinya.
·
Matematika
adalah pengetahuan tentang penalaran logis dan berhubungan dengan bilangan.
·
Matematika
adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang
dan bentuk.
·
Matematika
adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logis.
·
Matematika
adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
3. Dalam
Garis Besar Program Pembelajaran ( GBPP ) terdapat istilah Matematika Sekolah
yang dimaksudnya untuk memberi penekanan bahwa materi atau pokok bahasan yang
terdapat dalam GBPP merupakan materi atau pokok bahasan yang diajarkan pada
jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah (Direkdikdas : 1994 )
4. Matematika adalah sistem konseptual
logis. Setelah objek matematika
telah
diterima sebagai bagian dari sistem ini, juga dapat dianggap sebagai realitas
tekstual dan komponen dari struktur global. Ini dapat ditangani secara
keseluruhan untuk membuat baru objek matematika, pelebaran berbagai alat
matematika dan pada saat yang sama, memperkenalkan pembatasan baru dalam
pekerjaan matematika dan bahasa (Juan D. Godino).
4. Belajar Matematika
Matematika
adalah ilmu atau pengetahuan yang termasuk ke dalam atau mungkin yang paling
padat dan tidak mendua arti. Pengajaran matematika itu bertujuan untuk
meluruskan dan mempermudah siswa belajar berhitung dan cabang-cabang matematika
lainnya. (Oemar Hamalik, 1991:70)
5. Konsep
Menurut Syaiful
Sagala (2006:71) menyatakan bahwa konsep merupakan buah pemikiran seseorang
atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan
produk pengetahuan meliputi prinsip, hukum, dan teori . Konsep merupakan bagian
dasar untuk membangun pengetahuan yang mantap karena konsep merupakan bagian
dasar ilmu pengetahuan.
6. Konsep Matematika
1. Menurut A. Saeful Hamdani (2008:2-7),
konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau
mengklasifikasikan sekumpulan objek. Objek juga berhubungan erat dengan
definisi. Definisi adalah ungkapan yang membatasi suatu konsep. Dengan adanya
definisi orang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambang dari konsep
yang didefinisikan.
2. Konsep dalam
matematika adalah abstrak yang memungkinkan kita untuk mengelompokkan
(mengklasifikasi) objek atau kejadian. Konsep yang tingkat tinggi dapat berupa
hubungan antara konsep-konsep dasar. Konsep dapat dipelajari melalui definisi
atau pengamatan langsung.
3. Konsep dalam matematika adalah
pengertian abstrak yang memungkinkan kita untuk mengklasifikasi (mengelompokan)
objek atau kejadian dan menerangkan apakah objek atau kejadian itu merupakan
contoh atau bukan contoh dari pengertian tersebut.
7. Konstruktivistik
Konstruktivisme
seperti dikatakan oleh Von Glasefeld (dalam Paul S: 1996) adalah salah
satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan
(kontruksi) kita sendiri. pengetahuan bukan juga gambaran dari dunia kenyataan
yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari kontruksi kognitif melalui melalui
kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan sekema yang diperlukan
untuk membentuk pengetahuan baru. Padangan kontruktivistik mengemukakan bahwa
realitas ada pada pikiran seseorang. Manusia mengkonstruksi pengalamnnya.
konstruktivistik mengarahkan perhatiannya pada bagaimana seseorang
mengkonstruksi pengetahuan dari pengalamnnya, struktur mental, dan keyakinan
yang digunakan untuk menginterpretasikan objek dan peristiwa-peristiwa.
8. Konstruktivisme Pembelajaran
Konstruktivisme
pembelajaran ialah desain pembelajaran yang menekankan kemampuan peserta didik
dalam mengkonstruksi pengatahuannya sendiri, bukan serta merta pendidik yang
selalu menjadi senter penerang di kala gelap melanda.(Aunurrahman : 2009)
B.
Kerangka Berfikir
Untuk
memperbaiki pendidikan terlebih dahulu harus mengetahui bagaimana manusia
belajar dan bagaimana cara mengajarnya. Kedua kegiatan tersebut dalam rangka
memahami cara manusia bagaimana ia membangun atau mengkonstruksi pengetahuannya
tentang objek-objek dan peristiwa-peristiwa yang dijumpai selama kehidupannya.
Manusia akan mencari dan menggunakan hal-hal atau peralatan yang dapat membantu
memahami pengalamannya.
Dari hal itu, didapatkan bahwa manusia
tidak semata-semata dapat mendapat, mempertahankan atau bahkan mengembangkan
pengetahuan tanpa dibantu dengan hal-hal dan sarana pendukung, dan dalam hal
ini adalah belajar dan pembelajaran. Untuk lebih khususnya lagi, bahwa dalam
pembelajaran itu sendiri terdapat bidang-bidang tertentu yang juga tentunya mendorong
dan menunjang manusia tersebut dalam kehidupannya, diantaranya matematika.
Seperti telah disebutkan sebelumnya dalam buku A. Saeful Hamdani (2008:1-7),
matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logis dan berhubungan dengan
bilangan.
Seperti
yang telah diketahui bersama pula bahwa salah satu karakteristik matematika
adalah mempunyai obyek yang bersifat abstrak dan sehingga menjadikan adanya
anggapan bahwa maematika tersebut sulit. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak
siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika, kurang menghayati dan
memahami matematika dan siswa mengalami kesulitan mengaplikasikan matematika
dalam kehidupan sehari-hari .
Padahal,
sudah menjadi hal yang tidak khusus lagi, bahwa keberhasilan proses belajar
mengajar bagi seorang siswa khususnya dalam matematika dapat dilihat dari
tingkat pemahaman dan penguasaan materi. Keberhasilan siswa dalam menguasai
pelajaran matematika tersebut juga berkaitan erat dengan pemahaman konsep dalam
materi matematika. Rendahnya
hasil belajar matematika disebabkan oleh beberapa faktor antara lain ditinjau
dari tuntutan kurikulum yang lebih menekankan pada pencapaian target, bukan
pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika, serta aktivitas pembelajaran
di kelas, yang mana guru aktif sementara siswa pasif. Akibatnya, anak cenderung
menerima apa adanya, tidak memiliki sikap kritis. Selanjutnya, hal tersebut
tentu akan berpengaruh kepada prestasi belajarnya terkhusus lagi dalam
pelajaran matematika.
Adanya
berfikir kritis dalam belajar matematika merupakan suatu proses pembelajarannya
yang lebih memacu terhadap kemampuan kognitif atau tindakan mental dan
berfikirnya dalam usaha memperoleh pengetahuan matematika berdasarkan penalaran
matematis. Adapun penalaran matematis itu sendiri meliputi adanya kemampuan
dalam menarik kesimpulan secara logis, memberikan penjelasan dengan menggunakan
model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan untuk menganalisis situasi matematis
dengan keadaan sekitarnya.
Siswa dapat dikatakan memahami konsep matematika
apabila dapat memahami indikator dan bagian-bagian matematika beserta dengan
konsep yang mendasarinya. Berkaitan dengan pemahaman konsep, maka di sini
penelitian sengaja mengaitkannya dengan strategi pembelajaran dengan pendekatan
konstruktivistik.
Dimana prinsip konstruktivisme itu sendiri
menganggap kelas sebagai tempat diskusi. Murid dapat mengungkapkan pendapatnya
ketika merasa ada yang kurang tepat pada penjelasan gurunya. Sehingga timbullah
suasana belajar yang menyenangkan, aktif dan demokrasi. Namun guru tetap
menjadi orang yang membimbing dan memegang kontrol kelas tersebut. Para
konstruktivis tidak menuntut murid untuk menghafal semua materi, namun mereka
lebih mengajak murid agar mampu membangun dan mengembangkan sendiri materi
pelajaran yang ingin dia ketahui. Berawal dari rasa ingin tahu yang tinggi, murid
akan mudah memahami dan mengerti terhadap materi tersebut.
Belajar
lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi
kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan
teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan
pengembangan konsep baru.
Pembentukan pengetahuan menurut
konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam
interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek
menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh
realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek
itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan
berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses
penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.
Yang terpenting dalam teori
konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang
harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan
pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus
bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya.
III.
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Setting dan Karakteristik Penelitian
a. Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat yang
digunakan peneliti untuk melakukan penelitian adalah SMPN 2 Maju Jaya. Alasan
peneliti memilih sekolah ini adalah karena letaknya strategis sehingga
mempermudah dalam melaksanakan penelitian.
2. Waktu Penelitian
Penelitian akan
dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Oktober 2012, dengan perincian
sebagai berikut :
b.
Tahap persiapan dilaksanakan pada bulan minggu pertama
Juli 2012 sampai minggu keempat bulan Juli 2012.
- Tahap
pelaksanaan dilaksanakan pada minggu pertama bulan Agustus 2012 sampai
minggu kedua bulan September 2012.
- Tahap
laporan dilaksanakan pada minggu ketiga bulan September 2012 sampai
minggu kedua bulan Oktober 2012.
3. Subyek Penelitian
Subyek penelitian
ini adalah siswa SMPN 2 Maju Jaya Tahun Ajaran 2011/2012, dengan
pertimbangan bahwa siswa pada sekolah ini memiliki kemampuan yang heterogen.
Dalam penelitian ini dipilih 1 (satu) kelas yaitu kelas VII1 C SMPN 2 Maju Jaya. Pemilihan dan penentuan subyek penelitian ini
berdasarkan pada purposive sampling ( sampel bertujuan), yaitu untuk
mengetahui peningkatan kompetensi siswa secara keseluruhan, karena menurut guru
metematika, siswa memiliki kemampuan akademik yang heterogen dan secara
keseluruhan berkemampuan sedang.
b.
Karakteristik Penelitian
Jenis penelitian
ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dimana harus dilakukan dalam
situasi pembelajaran yang alamiah. Artinya, PTK harus dilakukan tanpa mengubah
situasi dan jadwal pelajaran. Dengan kata lain PTK tidak perlu dilakukan dalam
situasi khusus, apalagi sampai mengubah kebiasaan pembelajaran.
Mengubah situasi
pembelajaran demi kepentingan PTK dengan tujuan PTK itu sendiri, yakni
memperbaiki proses pembelajaran. Di samping itu jika dalam PTK mengubah proses
pembelajarannya, kemudian setelah tu kembali seperti semula, maka sebaik apapun
hasil PTK tidak akan bisa diterapkan di kelas. Sebab perubahan pola
pembelajaran tidak mungkin dilakukan secara terus-menerus. Oleh karena itu, PTK
harus dilakukan dalam konteks pembelajaran yang alamiah (sebagaimana aslinya)
tanpa mengubahnya. (Suyadi:2012)
B.
Prosedur Penelitian
Prosedur
penelitian yang diterapkan dalam hal ini antara lain :
1.
Perencanaan
Meliputi penyampaian materi pelajaran,
latian soal, pembahasan latian soal, tugas pekerjaan rumah ( kegiatan
penelitian utama ) pembahasan PR, ulangan harian.
2.
Tindakan ( Action )/ Kegiatan, mencakup
a. Siklus I,
meliputi : Pendahuluan, kegiatan pokok dan penutup.
b. Siklus II (
sama dengan I )
c. Siklus III (
sama dengan I dan II )
3.
Refleksi, dimana perlu adanya pembahasan antara siklus – siklus tersebut untuk
dapat menentukan kesimpulan atau hasil dari penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Aunurrahman.
Belajar dan Pembelajaran. Bandung:
Alfabeta. 2009.
Baskoro, Edi Prio. Media Pembelajaran. Cirebon:Swagati
Press. 2008.
Godino.
Juan D. MATEMATIKA KONSEP (Jurnal). 2008.
Hamalik, Oemar. Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar
Berdasarkan CBSA. Bandung: Sinar Baru. 1991.
Hamdani, A. Saeful, dkk. Matematika-1 edisi pertama. Surabaya:LAPIS
PGMI.2008.
Hudoyo,
Herman. Pembelajaran Matematika Menurut
Pandangan Konstruktivistik. Makalah
disajikan pada Seminar Nasional Upaya-upaya Meningkatkan Peran Pendidikan
Matematika Dalam Menghadapi Era Globalisasi: Perspektif Pembelajaran
Alternatif- Kompetitif. PPS IKIP Malang. 1998.
Nurhayati, Eti. Bimbingan Keterampilan dan Kemandirian
Belajar. Bandung:Batic Press. 2010.
Ruseffendi. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam
Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:Tarsito. 1991.
Sobel, Max A., Maletsky, Evan M. Mengajar Matematika. Jakarta:Erlangga.
2004.
Suparno,
Paul. Filsafat Kontruktivisme Dalam
Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. 1997.
Suyadi,
Buku Panduan Guru Profesional Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) dan Penelitian Tindakan Sekolah). Yogyakarta:
Andi.2012.
Langganan:
Postingan (Atom)